– Masalah panggilan emak-emak yang sering disebut oleh Sandiaga, dipermasalahkan oleh Kongres Wanita Indonesia Kowani. Apakah karena Kowani merasa beda kelas?Istilah The Power of Emak-emak memang tengah sering dipergunakan. Penggunaan istilah ini awalnya terkait dengan bagaimana “power” yang dimiliki emak-emak dapat bekerja dengan cara yang tidak terduga dan sering berujung dengan mengesalkan. Misalnya, untuk mengomentari seorang perempuan yang berkendara seenaknya sendiri, salah satunya dengan sein kiri tapi belok kanan. Mengalahkan raja jalanan yang ini pun akhirnya memberikan kesan negatif. Sangat dekat dengan anggapan bahwa perempuan adalah seorang yang kasar dan seenaknya sendiri. Namun, justru kubu Prabowo-Sandiaga menggunakan istilah tersebut sebagai bahan kampanye. Sandiaga sendiri sering menggunakan istilah itu untuk memanggil perempuan-perempuan yang mendukungnya. Bahkan ia sangat mendukung jika didirikan Partai dijadikan bahan kampanye, istilah the power emak-emak tidak hanya sebatas ramai di meme atau guyonan sosial media saja, namun juga semakin sering muncul dalam pemberitaan nasional. Mungkin karena semakin populer, akhirnya isitilah ini menjadi bahasan dalam General Assembly International Council if Women ke-35 di Yogyakarta, Jumat 14/9 kongres tersebut, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia Kowani, Giwo Rubianto menolak dengan tegas istilah the power of emak-emak. Menurutnya, ibu di Indonesia telah memiliki panggilan istimewa, yakni Ibu Bangsa. Ia mengungkapkan bahwa perempuan Indonesia yang telah memiliki konsep Ibu Bangsa sejak tahun 1935, sebelum kemerdekaan. Sehingga ia menolak jika kemudian disebut sebagai tersebut juga dihadiri dan dibuka oleh Presiden Jokowi. Giwo mengungkapkan, bahwa ia memperhatikan pernyataan Jokowi ketika peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2017 lalu di Papua perihal peran ibu bangsa. Sesungguhnya peran ibu bangsa bukan sebuah beban melainkan suatu kehormatan. Yakni berupa tugas mempersiapkan generasi muda yang unggul, berdaya saing, inovatif, kreatif, dan memiliki wawasan kebangsaan yang tegas pun ia mengungkapkan, “Kami tidak setuju! Tidak ada The Power of Emak-emak. Yang ada The Power of Ibu Bangsa.”Walaupun pernah memiliki makna yang terkesan negatif, namun Sandiaga pun menyebut the power of emak-emak mengacu pada perempuan yang hebat, perempuan yang mandiri. Serta perempuan yang akan menjadi penentu kesuksesan bangsa bukankah dengan penggunaan istilah tersebut dalam kampanye, akan mengembalikan kesan emak-emak yang identik dengan perilaku menang sendiri tersebut? Terus di manakah letak masalahnya?Apakah hal ini juga ada kaitannya dengan penggolongan panggilan seorang perempuan dewasa dalam kasta ekonomi dan sosial di strata sosial Jawa? Ya, panggilan kepada seorang perempuan dewasa memang memiliki stratanya sendiri. Menurut riset kecil-kecilan saja, panggilan tersebut memiliki strata seperti ini….Biyung–Simbok–Emak–Ibu–MamaSemakin terpandang keluarga tersebut, maka panggilan yang akan dipilih semakin ke kanan. Untuk kali ini saya mengabaikan panggilan-panggilan yang mengacu pada bahasa Arab, Tionghoa, dsb. Karena saya hanya akan fokus pada strata sosial penggunaan panggilan biyung. Panggilan ini sudah sangat jarang digunakan saat ini. Menurut cerita dari nenek saya, panggilan ini lebih sering digunakan pada zamannya dulu, di pelosok kampung yang teramat panggilan simbok. Yang terlintas dari panggilan ini adalah orang desa, miskin dan berpendidikan rendah. Jika ingin ditambah agar lebih dramatis lagi, merupakan perempuan yang pemalu, penakut, sabar dan tabah. Nah, di dalam sinetron kita, panggilan simbok ini akan identik dengan pemeran pembantu rumah panggilan emak. Ia memiliki strata yang lebih tinggi. Biasanya sudah lebih mengenal peradaban. Namun tetap, masih belum dapat dikatakan sebagai seorang perempuan yang cukup terpadang. Lihat saja contoh pemakaian panggilan emak dalam film, “Emak pengin naik haji.” Sepertinya sudah cukup menjelaskan, kan?Keempat, penggunaan panggilan ibu. Staratanya bisa dikatakan lebih maju lagi. Panggilan ini sudah masuk ke dalam panggilan menengah ke atas dan tentu saja sebuah panggilan yang cocok untuk perempuan-perempuan yang untuk panggilan mama atau mami, intinya lebih tinggi lagi lah, ya. Identik dengan perempuan yang tidak hanya berpendidikan namun juga cantik dan kaya kesan yang diciptakan dengan panggilan perempuan dewasa tersebut. Jika kita mengacu pada strata di atas, maka bisa dikatakan bahwa panggilan emak memang memiliki strata di bawah kata ibu. Apakah karena hal inikah sehingga Kowani menolak untuk dipanggil emak-emak?Padahal jika kita mengacu pada KBBI, sebenarnya tidak ada perbedaan makna dari panggilan-panggilan tersebut. Apakah karena perempuan-perempuan Kowani merupakan kaum terpandang, sehingga risih dengan sebutan emak yang terasa ndeso? Oke saya harap tidak. Semoga memang ada alasan diperbarui pada 15 September 2018 oleh Audian Laili
BaladaMafia Sepak Bola'nya' Negara kita (Jayalah timnas Indonesia) yah, inilah Sepak bola Negara kita. tapi gua tetep nangis sambil maksa emak gua untuk ikut nemenin gua. ( E )., kalo arti nama ini sih katany biyar sifat gua bisa sama, amin. begitu panjang cerita kelarihan si botol yang baru saja berojol, banyak yang bahagia juga.
FilterMakanan & MinumanMakanan JadiMakanan RinganBukuNovel & SastraReligi & SpiritualMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata 23rb+ produk untuk "emak emak" 1 - 60 dari 23rb+UrutkanAdPaket Sambal sambel Emak Ti isi 100+AdRanting Keju Emak SelatanRanting Keju 50+AdPROMO Sambal emak ti emakti varian kemasan baru 2016! 250+AdKeripik Singkong khas Pekanbaru Emak CW - Cemilan 30+AdSapi Bali, hewan Qurban, Gratis BekasiziyadmartPEMPEK EMAK INDAH - PEMPEK MPENAK PALEMBANG ASLI - Paket Pempek 2 BaratPempek Emak 100+Tokopedia NYAM!PEMPEK EMAK INDAH - PEMPEK MPENAK PALEMBANG ASLI - Paket Pempek 1 BaratPempek Emak 2 rb+Wedang Uwuh Emak Gula Batu Komplit ORIGINAL 3%Tangerang 10 rb+TERBARU KUTANG NENEK BH BRA LANSIA / ORANG TUA IBU / EMAK 500+TerlarisKata Emak Board Game Original - 3%Jakarta UtaraToko Board 1 rb+
Yogyakarta ANTARA News - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia Kowani Giwo Rubianto Wiyogo menolak istilah "the power of emak-emak" kekuatan emak-emak. "Sorry, tak ada 'the power of emak-emak', yang ada 'the power of Ibu Bangsa'," kata Giwo saat menyampaikan laporan pada upacara pembukaan resmi Sidang Umum ke-35 International Council of Women ICW dan Temu Organisasi Perempuan Indonesia di Yogyakarta,Jumat. Istilah "The power of emak-emak" menjadi popular akhir-akhir ini karena sering disebut untuk menunjukkan dukunga kepada pasangan Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Sandiaga Uno. Pada acara Sidang Tahunan MPR 16 Agustus lalu bahkan Ketua MPR Zulkifli Hasan juga menyebut "emak-emak". "The power of emak-emak" juga merupakan judul sinetron di sebuah stasiun televisi dengan bintang antara lain Della Puspita, Oka Sugawa, dan Risma Nilawati. Giwo menegaskan bahwa yang ada adalah "the power of mother" atau kekuatan ibu. "Ibu bangsa sejati, bukan emak-emak," katanya. Pada akhir sambutannya, Giwo mendoakan Presiden Joko Widodo dapat melangsungkan tugasnya kembali untuk masa-masa mendatang. Rangkaian acara itu telah didahului dengan Pertemuan Dewan Direktur ICW pada 11-12 September 2018, Pembukaan Sidang Umum ke-35 ICW pada 13 September 2018, Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia pada 13-14 September, upacara pembukaan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 September, pelaksanaan sidang-sidang dalam Sidang Umum ke-35 ICW pada 14-18 September, berkunjung ke Balai Ekonomi Desa pada 18-19 September di sekitar kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, dan Pertemuan Dewan Direktur Baru ICW pada 20 September. Sidang Umum ke-35 ICW dan Temu Nasional Seribu Organisasi Perempuan Indonesia diselenggarakan oleh ICW dan Kowani serta didukung penuh oleh Kementerian BUMN dan 35 BUMN yang berpartisipasi langsung. Hadir pada acara bersama Kepala Negara itu Menteri BUMN Rini Soemarno, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta istri GKR Hemas, Presiden ICW Jungsook Kim beserta delegasi ICW dari 19 negara, direksi BUMN, dan ribuan perempuan dari seluruh Tanah Budi SetiawantoEditor Nusarina Yuliastuti COPYRIGHT © ANTARA 2018
rIvjhb.